Kemudian, hasil dari pembahasan panitia sembilan itu, lahirlah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter pada 22 Juni 1945, yang isinya sebagai berikut ;
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sayangnya, satu poin di Piagam Jakarta tersebut mendapatkan penolakan dari kelompok kebangsaan kala itu, salah satunya dari Johannes Latuharhary. Hal ini disampaikan pada rapat Panitia Perancangan UUD pada tanggal 11 Juni 1945, di mana mereka keberatan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945, Mohammad Hatta melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melakukan perubahan pada sila pertama dari ; Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hingga akhirnya, Pancasila berisi ;
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.