HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, ribuan buruh bakal melakukan unjuk rasa di depan Istana pada hari Kamis, 6 Juni 2024 lusa.
“Ribuan buruh yang akan melakukan aksi ini berasal dari Jabodetabek dan berbagai organisasi serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, dan juga Serikat Petani Indonesia (SPI) serta organisasi perempuan PERCAYA,” kata Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya yang diterima Holopis.com, Selasa (4/6).
Iqbal menyampaikan bahwa buruh akan berkumpul di depan Balaikota DKI Jakarta. Setelah semua tumpah ruah di sana, buruh akan melakukan long march ke Istana Negara melalui kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Gambir, Jakarta Pusat.
“Aksi dimulai pukul 10.00 WIB dengan titik kumpul di depan Balaikota dan bergerak ke Istana melalui kawasan Patung Kuda,” ujarnya.
Aksi tersebut bertujuan untuk memberikan respons dan kritikan kepada kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Iqbal menyebut bahwa Tapera tersebut merugikan dan membebani pekerja dengan iuran.
Di mana meski setelah mengiur selama 10 hingga 20 tahun, buruh tetap saja tidak dapat kepastian bisa memiliki rumah seperti yang digaungkan di dalam semangat pembentukan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.
Selain itu, di dalam Tapera, Iqbal juga menyebut bahwa pemerintah dinilai telah lepas tanggung jawab dalam menyediakan rumah. Hal ini karena Pemerintah hanya bertindak sebagai pengumpul iuran, tidak mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD.
“Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana,” lanjutnya.
Selain aksi menolak PP Tapera, isu lain yang diangkat dalam aksi ini adalah Tolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahal, Tolak KRIS BPJS Kesehatan, Tolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja, dan Hapus OutSourching Tolak Upah Murah (HOSTUM).
Pendidikan, yang seharusnya menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih baik, kini menjadi beban yang menghimpit akibat Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal. Akibatnya, bagi anak-anak buruh, mimpi untuk meraih pendidikan tinggi menjadi semakin sulit dengan biaya yang terus melambung.
Terkait Kamar Rawat Inap Standar (KRIS), buruh berpendapat kebijakan ini justru menurunkan kualitas layanan kesehatan dan akan semakin memperburuk pelayanan di rumah sakit yang sudah penuh sesak. Buruh menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan memastikan pelayanan kesehatan yang adil dan layak bagi seluruh rakyat.
Penolakan terhadap Omnibuslaw UU Cipta Kerja juga disuarakan. Beleid yang diklaim akan mendorong investasi ini, bagi para buruh, adalah simbol ketidakadilan yang melegalkan eksploitasi. Fleksibilitas kerja melalui kontrak dan outsourcing yang semakin bebas, hanya memberikan kemudahan bagi pengusaha untuk memperlakukan buruh sebagai alat produksi semata, bukan sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat.
Baca selengkapnya di halaman kedua.