HOLOPIS.COM, JAKARTA – General Manager (GM) Radio Prambors atau PT Bayureksha, Dhirgaraya Sukamdani Santo terseret dalam pusaran dugaan rasuah pemerasan dan penerimaan gratifikasi mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL. Penyebabnya lantaran Santo membantu istri SYL, Ayun Sri Harahap untuk menalangi angsuran rumah.
Hal itu terungkap saat Dhirgaraya Sukamdani Santo bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi di Kementan dengan terdakwa yakni mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo alias SYL, mantan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono, serta mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Muhammad Hatta, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/6).
Santo mengungkapkan permintaan tolong istri SYL itu setelah sebelumnya disinggung ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh.
Diceritakan Santo, awalnya dirinya dihubungi oleh anak SYL, Kemal Redindo Syahrul Putra atau Dindo bahwa sang ibu meminta bantuannya untuk membayar rumah. Lalu, Santo bertemu Ayun di rumah dinas SYL saat masih menjadi Mentan di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan.
“Waktu itu singkat saja sebenernya Yang Mulia disampaikan bahwa, ‘bisa ga bantu saya utk membeli rumah’ seperti itu,” ungkap Santo saat bersaksi seperti dikutip Holopis.com.
Hakim lalu bertanya apa peran dari Santo dalam rencana pembelian rumah yang berlokasi di Jalan Limo, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang ingin dibeli Ayun itu. Menurut Santo, ingin menggunakan namanya untuk keperluan pembayaran rumah itu.
“Untuk menggunakan nama saya di bank. Debitur di bank, Yang Mulia,” jawab Santo.
Atas permintaan itu, Santo menyetujuinya dengan catatan tidak mencoreng nama baiknya. Singkat cerita, pihak bank BNI menghubungi Santo. Santo membenarkan datanya selaku Debitur over kredit rumah.
“Singkat cerita ada informasi telfon dari bank bahwa data saya bisa untuk digunakan,” kata Santo.
Dalam kesaksiannya, Santo menyebut harga rumah yang ingin dibeli Ayun itu seharga Rp 11,5 miliar.
Di mana dari jumlah itu, uang muka yang harus dibayarkan senilai Rp 5 miliar. Sedangkan sisanya Rp 6,5 miliar merupakan angsuran yang wajib dibayar.
“Ada down payment (uang muka) sebesar Rp 5 miliar yml. Jadi over kreditnya, Rp 6,5 miliar. Totalnya menjadi Rp 11,5 miliar, Yang Mulia,” ujar Santo.
Setelah pengajuan over kredit itu disetujui pihak bank,
angsuran yang harus dibayarkan setiap bulannya sebesar Rp 80,6 juta selama 10 tahun. Secara teknis, kata Santo, dirinya yang terlebih dahulu menalangi pembayaran angsuran tiap bulannya itu. Lalu uang talangan Santo itu diganti oleh Ayun.
“Tiap bulan (pembayaran cicilan), Yang Mulia. Kalau tidak salah ingat 10 tahun,” ungkap Santo.
Santo mengaku menalangi angsuran rumah itu dari 2020 sampai September 2023. Menurut Santo, pembayaran cicilan sejak tahun 2020 hingga 2022 tak terjadi masalah.
“2020, 2021, 2022, 2023, tidak ada masalah (pembayaran) ya?,” cecar hakim.
“2023 kalau tidak salah ingat bulan Agustus atau September,” ucap Santo.
Menurut Santo hingga Senin (3/6/2024), dirinya masih ditagih pihak bank. Lalu Santo melapor ke pihak bank bahwa rumah tersebut sudah disita KPK. Atas laporan itu, Santo sudah tidak lagi ditagih membayar uang angsuran.
“Betul (sudah nggak ada ditagih lagi),” tandas Santo.
Diketahui, SYL didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua mantan anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta. Diduga sejumlah penerimaan digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.