HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mempertanyakan kebijakan pemerintahan yang dianggap terlalu memaksakan.
Padahal, Basuki yang merangkap sebagai Ketua Komite BP Tapera itu menilai, kebijakan pemotongan gaji untuk iuran itu seharusnya belum siap dilaksanakan.
“Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap kenapa kita harus tergesa-gesa,” kata Basuki Hadimuljono dalam pernyataannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (6/6).
Basuki kemudian terang-terangan mengaku sepakat untuk penundaan kebijakan Tapera yang telah ditentukan oleh pemerintah sebelumnya.
“Jadi kalau misalkan ada usulan apalagi DPR misalnya Ketua MPR minta untuk diundur, menurut saya, saya sudah kontak dengan Bu Menteri Keuangan juga kita akan ikut,” ucapnya.
Pasalnya, berdasarkan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sudah dikucurkan dana APBN mencapai Rp 105 triliun dari APBN.
Sehingga, dari perhitungan yang ada, dana Tapera seharusnya dapat terkumpul hingga Rp 50 triliun dalam 10 tahun ke depan.
“Harus diketahui, APBN sampai sekarang ini sudah Rp 105 triliun dikucurkan untuk FLPP, untuk subsidi bunga. Sedangkan untuk Tapera ini, mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp 50 triliun,” terangnya.
“Jadi effort-nya dengan kemarahan ini saya pikir saya nyesel betul, saya nggak legowo lah,” imbuhnya.
Aturan tapera tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Dasar PP tersebut adalah Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Berdasarkan Pasal 68 PP Nomor 25 Tahun 2020, tertulis bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerja kepada Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) paling lambat tujuh tahun sejak tanggal berlakunya peraturan tersebut.
Artinya, pendaftaran kepesertaan tapera, termasuk pemotongan gaji pekerja, wajib dilakukan paling lambat tahun 2027.