HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, mengingatkan pesan dari Imam Al Ghazali tentang pentingnya rakyat, pemerintah dan kaum intelektual tertib jika ingin sebuah negara itu baik.
Ia menekankan, bahwa rakyat yang rusak bisa disebabkan pemerintah atau intelektual yang rusak.
“Di berbagai negara itu rusaknya rakyat itu mula-mula disebabkan rusaknya pemerintah, munculnya pemerintahan yang sewenang-wenang dan tidak adil, rakyat rusak. Coba kalau pemerintahnya adil, tidak sewenang-wenang, rakyat tentram,” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang yang tayang di kanal YouTube Mahfud MD Official, Senin (17/6) seperti dikutip Holopis.com.
Mantan Menko Polhukam di Kabinet Indonesia Maju tersebut menuturkan, bahwa seandainya pemerintah bersikap tidak adil, maka akibatnya akan timbul kerusakan di tengah masyarakat.
Namun, Mahfud menyampaikan, pemerintah bisa rusak kalau kaum intelektual, ulama, ilmuwan atau cendekiawannya sudah rusak.
Contohnya kata Mahfud, adalah ulama-ulama atau para intelektual yang suka memberi fatwa pesanan atau survei bayaran tertentu.
Begitu juga ia menyinggung tentang kegiatan survei yang marak terjadi menjelang pemilihan umum. Menurut Mahfud, survei sendiri itu bagus. Bahkan, ketika survei sempat dilarang lewat UU dan diuji ke MK, Mahfud pula yang memutus kalau survei dibolehkan.
“Oleh sebab itu, boleh survei, boleh quick count, saya yang memutuskan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 9 Tahun 2009. Ketika survei dilarang, saya yang katakan penting itu survei sesuai Pasal 28 F Undang-Undang (UU) Informasi dan Keterbukaan Publik,” ujarnya.
Hanya saja, mantan petinggi Wahid Institute tersebut mengingatkan bahwa survei harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
“Tapi survei harus bertanggung jawab juga karena itu produk ilmiah,” ujar Mahfud.
Ini berlaku pula bagi kaum intelektual seperti ulama. Mahfud menekankan, pemerintah yang meminta pembenaran kepada ulama dengan cara-cara palsu, membuat fatwa palsu dengan bayaran membuat kehadiran ulama itu pada akhirnya menjadi penyebab kerusakan negara.
“Sehingga, disebut ulama itu rusak, cendekiawan rusak, ilmuwan rusak karena mereka cinta kedudukan dan harta, cinta mendapat citra baik sebagai ilmuwan, sebagai ulama dan sebagainya. Itu yang menyebabkan negara itu tidak baik,” tuturnya.